THALASEMIA MAYOR MINOR
Thalasemia nama lainnya adalah Anemia Timur Tengah atau Hereditary Leptositosis. Manifetasi thalasemia yang sedang lebih banyak dan sering dijumpai daripada thalasemia bentuk yang berat.
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi (Lubis, et.al., 1991), perut membuncit akibat hepato-splenomegali dengan wajah wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi
Darah manusia terdiri atas plasma dan sel darah yang berupa sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit).
Seluruh sel darah tersebut dibentuk oleh sumsum tulang, sementara hemoglobin merupakan salah satu pembentuk sel darah merah.
Haemoglobin terdiri dari 4 rantai asam amino (2 rantai amino alpha dan 2 rantai amino beta) yang bekerja bersama-sama untuk mengikat dan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Rantai asam amino inilah yang gagal dibentuk sehingga menyebabkan timbulnya thalassemia.
Berdasarkan rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassemia dibagi menjadi thalassemia alpha (hilang rantai alpha) dan thalassemia beta (hilang rantai beta).
Sementara itu, hilangnya rantai asam amino bisa secara tunggal (thalassemia minor/trait/heterozigot) maupun ganda (thalassemia mayor/homozigot).
Dengan menggunakan persamaan Hardy-Weiberg (Galanello, et al.2003), maka kelahiran bayi thalassemia heterozigot dan homozigot dapat diramalkan sebagai berikut:
q = Prekuensi gen HbA = 1-p = 1-0,015 = 0,985
p2 = Prekuensi kelahiran homozigot = 0,000225 = 0,0225% atau 0,225
p2 + 2pq + q2 = 1
p = Prekuensi gen thalassemia (1/2 frekuensi carrier)
q = Prekuensi gen HbA = 1-p
p2 = Prekuensi kelahiran homozigot
pq = Prekuensi heterozigot
q2 = Prekuensi homozigot normal
Contoh: Jika frekuensi pengemban sifat (carrier) thalassemia di satu negara
sebesar 3% maka frekuensi gen diperkirakan 1,5% atau 0.015
p = Prekuensi gen thalassemia (1/2 frekuensi carrier) = 0.015/1000
2pq = Prekuensi heterozigot = 0,02955 ~ 3%
q2 = Prekuensi homozigot normal = 97%
p2 + 2pq + q2 = 0,000225 + 0,02955 + 0,970225 = 1
Jika diumpamakan kelahiran bayi 500.000 setiap tahunnya, maka kelahiran bayi homozigot thalassemia mayor adalah sebesar 112,5/tahun. Secara kasar dapat juga dilakukan perhitungan, sebagai berikut. Pengemban sifat thalassemia = 3% dari populasi atau 1/33
Jika terjadi perkawinan antara pengemban sifat thalassemia = 1/33 x 1/33 = 1/1089.
Pengertian
Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)
JENIS THALASEMIA
Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas
2. Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis
A. Thalasemia Mayor
thalasemia mayor adalah bentuk homozigot dari thalasemia beta yang disertai dengan anemia berat dengan segala konsekuensinya. Gambaran kliniknya dapat dibagi mnejadi dua golongan yaitu :
1. yang mendapat tranfusi baik (well tranfused) sebagai akibat pemberian hiper tranfusi maka produksi Hbf dan hiperplasia eritroit menurun sehingga anak tumbuh normmal sampai dekade ke 4-5. setelah itu timbul gejala “iron overload” dan penderita meninggal karena diabetes melitus atau sirosis hati.
2. yang tidak mendapat transfusi yang baik maka timbul anemia yang khas, yaitu cooley's anemia.
a) gejala mulai saat bayi pada umur3-6 bulan, pucat, anemis , kurus, hepatosplenomegali, dan ikterus ringan.
b) gangguan pada tulang : thalsemic face.
c) rontgen tulang tengkorak : hair on end appearance
d) gangguan pertumbuhan (kerdil)
e) gejala iron overload : pigmentasi kulit, diabetes melitus, sirosis hati, atau gonadal failure
B. Thalasemia Minor
abnormalitas umum biasanya tanpa gejala, ditandai jelas oleh gambaran darah hipokrom mikrositik (MCV, MCH, MCHC sumanya sangat rendah). Tetapi tanpa anemia atau anemia ringan (Hb 11-15 gr/dl). HbA2 yang meninggi > 3,5 %) memastikan diagnosis. Hasil pemeriksaan besi normal jika 2 penderita dengan trait β thalasemia (carier) kawin, ada 25% kemungkinan thalaasemia mayor diderita anaknya. Diagnosis antenatal dan abortus dapat mencegah ini. 50% keturunan mereka akan menjadi “carrier”.
GAMBARAN HEMATOLOGIC
thalasemia mayor memberi gambaran hematologic sebagai berikut
1. darah tepi terdiri dari :
a) anemia berat, Hb dapat 3-9 gram/ dl sehingga terus menerus memerlukan transfusi darah
b) apusan darah tepi : eritrosit hipokromik mikrositer, dijumpai sel target, normoblas, polikromsia
c) retikulositosis
2. sumsum tukang : hiperplasia eritoit dan cadangan besi meningkat
3. red cell survival memendek
4. tes fragilitas osmotik : eritrosit lebih tahan terhadap larutan salin hipokromik.
5. Elektroforesis hemoglobin terdiri atas
a. hbf meningkat : 10% - 98%
b. Hba bisa ada (pada β+) bisa tidak ada (pada βo)
c. Hba 2 sangat bervariasi bisa rendah bisa normal atau meningkat
6. pemeriksaan khusus : pada analisis “globin chain syntesis” dalam retikulosit akan dijumpai sintesis rantai beta menurun dengan rasio α/β meningkat.
Diagnosis
Diagnosis Umum
Skrining thalasemia yang sekarang mulai marak dengan banyaknya info dan publikasi mengenai penyakit ini dikenal dengan cara elektroforesis (analisis Hb) serta cara lain yang lebih baru yaitu HPLC (High Performance Liquid Chromatography) karena dianggap lebih akurat dengan keunggulan lainnya.
Deteksi dini terhadap penyakit ini sekarang dianggap para ahli sangat penting karena pertambahan jumlah penderita yang cukup pesat tadi, dan hasil penanganannya juga akan lebih baik ketimbang melakukan skrining ketika perjalanan penyakit telah lanjut.
Sasaran pendeteksian adalah anak-anak dengan gejala yang dicurigai, pasangan usia subur serta ibu hamil sebagai syarat pemeriksaan prenatal. Deteksi dapat dilakukan sejak bayi masih di dalam kandungan karena kemungkinan lahirnya penderita dari pasangan pembawa gen sebesar 25 persen tadi.
Kalaupun harus memperhatikan gejalanya terlebih dahulu seperti pucat, gampang lemas dan sebagainya tadi, masih terlalu umum dan dapat terjadi pada banyak penyakit. Begitupun, gejala awal akan dapat terlihat ketika anak berusia 3 hingga 18 bulan.
Sebagian ahli berpendapat, bila tidak ditangani secara serius, anak-anak penderita thalasemia rata-rata hanya dapat bertahan hingga usia 8 tahun saja. Perawatan rutin berupa transfusi rutin terus menerus bisa memperpanjang harapan hidup dengan aktifitas dan kemampuan intelektual sama dengan orang normal, selain perlunya penggunaan obat untuk mengatasi penumpukan zat besi di dalam organ tadi, berupa obat Desferal yang biasa-nya diberikan lewat suntikan di bawah kulit untuk mengikat zat besi dan dikeluarkan melalui urin atau melalui infus.
Diagnosa Yang mungkin Muncul Pada Asuhan Keperawatan Klien Dengan Thalasemia
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen ke sel.
2. Activity Intolerance berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak adekuat: penurunan Hb, leukopeni atau penurunan granulosit.
6. Kurangnya pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
7. Thalassemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya.
8. Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean corpuscular volume).
Elektroforesa bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk alfa-thalassemia. Karena itu diagnosis biasanya berdasarkan kepada pola herediter dan pemeriksaan hemoglobin khusus.
DIAGNOSIS BANDING
Thalasemia minor :
1. anemia kurang besi
2. anemia karena infeksi menahun
3. anemia pada keracunan timah hitam (Pb)
4. anemia sideroblastik
5. Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan.
Pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta-thalassemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa.
Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah.
Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.
Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.
Oleh karena itu, untuk memastikan seseorang mengalami thalasemia atau tidak, dilakukan dengan pemeriksaan darah. Gejala thalasemia dapat dilihat pada banak usia 3 bulan hingga 18 bulan. Bila tidak dirawat dengan baik, anak-anak penderita thalasemia mayor ini hidup hingga 8 tahun saja. Satu-satunya perawatan degnan tranfusi darah seumur hidup. Jika tidak diberikan tranfusi darah, penderita akan lemas, lalu meninggal
Gejala Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik.
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada beta-thalassemia mayor, penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/ borok), batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal jantung dan q pembengkakan tungkai bawah.
Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang- tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibanding anak lain yang normal.
Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung. (23)
Gejala Khusus
Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun, yaitu:
1. Lemah
2. Pucat
3. Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
4. Berat badan kurang
5. Tidak dapat hidup tanpa transfusi
Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
1. Gizi buruk
2. Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
3. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
1. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi
Mekanisme penurunan penyakit thalassemia :
1. Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassemia trait/ bawaan, maka tidak mungkin me reka menurunkan Thalassemia trait/bawaan atau Thalassemia mayor kepada anak-anak mere-ka. Semua anak mereka akan mempunyai darah normal.
2. Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassemia trait/-bawaan, sedangkan yang lain tidak maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak mereka akan men-derita Thalassemia trait/bawaan, tetapi tidak seseorang diantara anak-anak mereka Thalassemia mayor.
3. Apabila kedua orang tua men-derita Thalassemia trait/ba-waan, maka anak-anak mereka mung-kin akan menderita thalas-semia trait/bawaan atau mungkin juga memiliki darah normal, atau me-reka mungkin menderita Tha-lassemia mayor.
Skema di atas menunjukkan bahwa kemungkinan anak dari pasangan pembawa sifat thalassemia beta adalah 25% normal, 50% pembawa sifat thalassemia beta, dan 25% thalassemia beta mayor (anemia berat).
PENGOBATAN
Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat.
Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.
Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
Selama ini belum ada terapi definitif selain transfusi darah, harapan untuk masa depan adalah terapi genetik yaitu memasukkan kembali gen normal untuk hemoglobin ini. Karena umurnya pendek maka produksi dan yang mati tidak seimbang, akibatnya penderita mengalami kekurang sel darah merah. Untuk mempertahankan kondisi yang normal penderita sangat membutuhkan tambahan darah atau yang disebut tranfusi Dari tranfusi ini timbul pula masalah masalah lain. Misalnya infeksi, keracun an besi (dari hasil sel darah merah yang rusak). Saat ini pengobatan thalasemia mayor di Indonesia masih berupa transfusi darah, biasanya sekali dalam empat minggu. Anak- anak yang menjalani transfusi biasanya tumbuh normal dan hidup bahagia hingga usia dua puluhan tahun.
Namun, untuk hidup lama mereka perlu suntikan desferal hampir setiap hari. Soalnya, transfusi darah membuat zat besi menumpuk di dalam tubuh, dan desferal berfungsi membantu mengeluarkan zat besi dari tubuh melalui air seni. Dengan cara ini penderita thalasemia mayor bisa hidup normal dan sehat, bisa bekerja, menikah, dan mempunyai anak- anak.
Di negara maju, pengobatan terbaru adalah dengan cangkok sumsum tulang. Jaringan sumsum penderita diganti dengan sumsum tulang donor yang cocok-biasanya dari orangtua atau saudara-sehingga mampu memproduksi sendiri sel-sel darah merah yang cukup mengandung hemoglobin. Hanya saja, biayanya memang masih amat mahal.
PENCEGAHAN
Mereka yang tergolong thalasemia trait bisa melakukan berbagai pencegahan agar anak- anaknya tidak menjadi sakit. Salah satunya adalah menikah dengan pasangan yang berdarah normal. Anak-anak yang dilahirkan pasangan ini tidak akan terkena thalasemia mayor, meski dapat terkena thalasemia trait. Pada suami-istri yang tergolong thalasemia trait, untuk mencegah kemungkinan melahirkan anak penderita thalasemia mayor bisa dilakukan dengan perencanaan kelahiran yang teliti. Hal ini bisa dilakukan dengan bantuan dokter serta seorang ahli genetika.
Penatalasanaan
1. Medikamentosa
a) Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
b) Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi.
c) Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
d) Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
2. Splenektomi, dengan indikasi:
limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun
3. Suportif
Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
4. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Tumbuh kembang, kardiologi, Gizi, endokrinologi, radiologi, Gigi
PEMANTAUAN
1. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
2. Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
Konseling Genetik dan Diagnosis Prenatal
Konseling Genetik
Istilah Konseling Genetik (Genetic Counseling) pertama kalidiperkenalkan oleh Dr. Sheldon Redd (1947) dari Dight Institute for Human Genetics, University of Minnesota. Konseling genetik diartikan sebagai “memberi informasi atau pengertian kepada masyarakat tentang masalah genetik yang ada dalam keluarganya”. Penerapan konseling genetik pada masyarakat kita mungkin harus sedikit berbeda dari apa yang direkomendasikan oleh para ahli di luar negeri, karena struktur sosial ekonomi, budaya, dan tingkat pendidikan yang berbeda. Istilah konseling genetik sendiri masih asing dan mungkin masih sukar diterima oleh sebagian masyarakat kita, yang sebagian besar berpendidikan di bawah SMU. Pada prinsipnya sebelum konseling genetik diterapkan, kita harus mempunyai para konselor genetik yang handal. Konselor tidak harus seorang dokter, tetapi bisa seorang perawat, bidan, psikolog, bahkan pekerja sosial (Simons and pardes, 1977). Yang terpenting adalah seorang konselor sudah terlatih dan menguasai segala sesuatu yang berkaitan dengan thalassemia. Seorang konselor juga dituntut untuk dapat bersikap simpatik, tidak terkesan menggurui apalagi mamaksa, agar dapat terjalin suatu komunikasi dan hubungan batin yang baik antara konselor dengan yang dikonseling. Seorang konselor harus dapat menyampaikan informasi sebanyak dan selengkap mungkin sehubungan dengan penyakit thalassemia yang diderita atau yang mungkin ada pada keluarga yang dikonseling (klien).
Informasi itu menyangkut 3 hal pokok, yaitu:
1. Tentang penyakit thalassemia itu sendiri, bagaimana cara penurunannya, dan masalah-masalah yang akan dihadapi oleh seorang penderita thalassemia mayor. Konselor juga terlebih dahulu harus mengumpulkan data medis dari kliennya terutama riwayat keluarga sang klien sebelum memulai konseling, agar informasi yang disampaikan tepat dan bersifat khusus untuk pasangan tersebut.
2. Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh sang klien dan membiarkan mereka yang membuat keputusan
3. sendiri sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan. Seorang konselor tidak selayaknya memberikan jalan keluar yang kira-kira tidak mungkin terjangkau atau dapat dilakukan orang sang klien.
Membantu mereka agar keputusan yang telah diambil dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Secara umum sasaran konseling genetik adalah pasangan pranikah, terutama yang berasal dari populasi atau etnik yang berpotensial tinggi menderita thalassemia, atau kepada mereka yang mempunyai anggota keluarga yang berpenyakit thalassemia. Kepada pasangan tersebut perlu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan indeks hematologis (full blood count) terlebih dahulu sebelum menikah untuk memastikan apakah mereka mengemban cacat genetik thalassemia. Apabila hanya salah satu dari mereka yang mengemban (pembawa sifat) thalassemia tidak jadi masalah, tetapi jika keduanya pengemban sifat thalassemia maka perlu diinformasikan bahwa jika mereka tetap memutuskan untuk menikah maka 25% dari keturunannya berpeluang menderita thalassemia mayor. Keputusan tergantung pada pasangan tersebut apakah mereka memutuskan tidak kawin, tetap kawin tanpa mempunyai anak, atau kawin dan ingin mempunyai anak. Konseling genetik secara khusus juga ditujukan untuk pasangan berisiko tinggi, baik yang terjaring pada pemeriksaan premarital maupun pasangan yang telah mempunyai anak thalassemia sebelumnya. Kepada mereka perlu disampaikan bahwa telah ada teknologi yang dapat membantu untuk mengetahui apakah janin yang dikandung menderita thalassemia atau tidak pada awal kehamilan atau yang dikenal dengan diagnosis prenatal. Perlu diinformasikan pula selengkap-lengkapnya tentang prosedur diagnosis tersebut, di mana mereka dapat melakukannya, siapa yang harus dihubungi, tingkat kesalahan diagnosis, biaya serta kemungkinan keguguran akibat proses sampling. Dengan demikian mereka dapat mempertimbangkan benar-benar untung ruginya sebelum mengambil keputusan agar tidak timbul kekecewaan atau penyesalan di kemudian hari (Blumberg et al., 1975). Kesuksesan program konseling genetik sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan sosial budaya pasangan tersebut. Menurut pengalaman pada negara yang berprevalensi tinggi thalassemia, seperti Sisilia, Cyprus, dan Italia, program konseling genetik dan diagnosis prenatal dapat menurunkan insidensi thalassemia sampai 80% dalam 10 tahun terakhir ini (Cao dan Rosatelli, 1988). Kebanyakan dari pasangan berisiko tersebut memutuskan tetap menikah tetapi memutuskan untuk tidak mempunyai anak. Kiranya hal ini agak sukar diterapkan pada masyarakat kita jika sebagian besar masih beranggapan bahwa keberadaan seorang anak merupakan target utama dari sebuah perkawinan. Apabila pandangan seperti itu dapat sedikit dirubah menjadi anak yang sehat merupakan target dari perkawinan’, mungkin konseling genetik akan jauh lebih mudah dilakukan. Karena berbagai alasan, baik menyangkut agama maupun aspek psikologis lainnya yang tidak merestui pengakhiran kehamilan, maka pendampingan perlu melibatkan tokoh-tokoh agama dan para psikolog.Langkah ini perlu dilakukan agar semua tindakan yang diambil dengan hati yang mantap sehingga tidak timbul penyesalan atau rasa bersalah di kemudian hari.
Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal (PND) pada thalassemia pertama kali berhasil dilakukan oleh Nathan and Kan (1974) dengan menggunakan darah fetal (Kan et.al., 1979). Tujuan dari diagnosis prenatal adalah untuk mengetahui sedini mungkin, apakah janin yang dikandung menderita thalassemia mayor. PND terutama ditujukan pada janin pasangan baru yang sama-sama pengemban sifat thalassemia dan janin pasangan yang telah mendapat bayi thalassemia sebelumnya. Pada kasus thalassemia, sekarang PND dapat dilakukan pada usia kehamilan 6-8 minggu dengan menggunakan sampel villi chorialis (Old et.al., Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya 17 1990). Untuk mempercepat proses PND, dapat dimulai dengan pemeriksaan DNA kedua orang tuanya terlebih dahulu. Tindakan ini dapat dilakukan lebih awal bahkan sebelum kehamilan terjadi, pada saat mereka telah memutuskan untuk mempunyai anak. Kemudian setelah usia kehamilan mencapai 6-8 minggu, baru dilakukan pengambilan sampel jaringan villi chorialis janin serta dilakukan pemeriksaan molekular sesuai dengan mutan yang diemban oleh kedua orang tuanya (Old et.al., 1990). Sedikitnya harus ada dua teknik berbeda yang dilakukan pada PND, agar hasil idenfikasi lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. PND juga harus dilakukan secepat mungkin (dalam waktu kurang dari seminggu) agar tidak menjadi beban psikologis kedua orang tua selama menunggu hasil untuk mengambil keputusan. Selain itu usia kehamilan juga masih memungkinkan untuk tindakan terminasi kehamilan kalau memang hal tersebut diperlukan. Biasanya pasangan masih membutuhkan waktu beberapa hari hingga minggu, untuk memutuskan nasib janin mereka jika ternyata sang janin menderita thalassemia, dan selama itu mereka mungkin perlu pendampingan. Beberapa tahun belakangan ini telah dikembangkan teknik inseminasi selektif, pada pasangan berisiko tinggi. Dengan teknik ini maka kemungkinan lahirnya bayi thalassemia dapat diperkecil. Apabila pada kehamilan normal probabilitas terjadinya bayi thalassemia mayor adalah 25%, maka pada inseminasi selektif, jika ada enam embrio yang dibuahi secara in-vitro, dan hanya dua embrio yang diambil secara acak yang ditanamkan ke rahim maka berarti probabilitas terjadinya bayi thalassemia dari pasangan tersebut menjadi 1/3 x 1/4 = 1/12 atau 3 kali lebih rendah dari risiko kehamilan normal. Teknik inseminasi selektif dianggap lebih menyenangkan terutama bagi sebagian pasangan yang karena alasan pribadi atau lainnya keberatan untuk melakukan PND dan terminasi kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
Ganie R.A. (2003). Studi DNA Thalassemia-α0 Southeast Asian Type di Medan. Disertasi Doktor Bidang Ilmu Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Lanni F. (2002). Heterogenitas Molekular Gen Globin-β di Indonesia: Kaitannya dengan Pola Penyebaran Thalassemia-β dan Afinitas Genetik antarpopulasi di Indonesia. Disertasi Doktor Bidang Ilmu Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Wahidiyat I. (1979). Penelitian Thalassemia di Jakarta. Disertasi Doktor Bidang Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.
Ratna Akbari Ganie, Sp.P.K.,Dr. dr. (2005). Thalasemia : Permasalahan dan Penanganannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU. Indonesia
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi (Lubis, et.al., 1991), perut membuncit akibat hepato-splenomegali dengan wajah wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi
Darah manusia terdiri atas plasma dan sel darah yang berupa sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit).
Seluruh sel darah tersebut dibentuk oleh sumsum tulang, sementara hemoglobin merupakan salah satu pembentuk sel darah merah.
Haemoglobin terdiri dari 4 rantai asam amino (2 rantai amino alpha dan 2 rantai amino beta) yang bekerja bersama-sama untuk mengikat dan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Rantai asam amino inilah yang gagal dibentuk sehingga menyebabkan timbulnya thalassemia.
Berdasarkan rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassemia dibagi menjadi thalassemia alpha (hilang rantai alpha) dan thalassemia beta (hilang rantai beta).
Sementara itu, hilangnya rantai asam amino bisa secara tunggal (thalassemia minor/trait/heterozigot) maupun ganda (thalassemia mayor/homozigot).
Dengan menggunakan persamaan Hardy-Weiberg (Galanello, et al.2003), maka kelahiran bayi thalassemia heterozigot dan homozigot dapat diramalkan sebagai berikut:
q = Prekuensi gen HbA = 1-p = 1-0,015 = 0,985
p2 = Prekuensi kelahiran homozigot = 0,000225 = 0,0225% atau 0,225
p2 + 2pq + q2 = 1
p = Prekuensi gen thalassemia (1/2 frekuensi carrier)
q = Prekuensi gen HbA = 1-p
p2 = Prekuensi kelahiran homozigot
pq = Prekuensi heterozigot
q2 = Prekuensi homozigot normal
Contoh: Jika frekuensi pengemban sifat (carrier) thalassemia di satu negara
sebesar 3% maka frekuensi gen diperkirakan 1,5% atau 0.015
p = Prekuensi gen thalassemia (1/2 frekuensi carrier) = 0.015/1000
2pq = Prekuensi heterozigot = 0,02955 ~ 3%
q2 = Prekuensi homozigot normal = 97%
p2 + 2pq + q2 = 0,000225 + 0,02955 + 0,970225 = 1
Jika diumpamakan kelahiran bayi 500.000 setiap tahunnya, maka kelahiran bayi homozigot thalassemia mayor adalah sebesar 112,5/tahun. Secara kasar dapat juga dilakukan perhitungan, sebagai berikut. Pengemban sifat thalassemia = 3% dari populasi atau 1/33
Jika terjadi perkawinan antara pengemban sifat thalassemia = 1/33 x 1/33 = 1/1089.
Pengertian
Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)
JENIS THALASEMIA
Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas
2. Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis
A. Thalasemia Mayor
thalasemia mayor adalah bentuk homozigot dari thalasemia beta yang disertai dengan anemia berat dengan segala konsekuensinya. Gambaran kliniknya dapat dibagi mnejadi dua golongan yaitu :
1. yang mendapat tranfusi baik (well tranfused) sebagai akibat pemberian hiper tranfusi maka produksi Hbf dan hiperplasia eritroit menurun sehingga anak tumbuh normmal sampai dekade ke 4-5. setelah itu timbul gejala “iron overload” dan penderita meninggal karena diabetes melitus atau sirosis hati.
2. yang tidak mendapat transfusi yang baik maka timbul anemia yang khas, yaitu cooley's anemia.
a) gejala mulai saat bayi pada umur3-6 bulan, pucat, anemis , kurus, hepatosplenomegali, dan ikterus ringan.
b) gangguan pada tulang : thalsemic face.
c) rontgen tulang tengkorak : hair on end appearance
d) gangguan pertumbuhan (kerdil)
e) gejala iron overload : pigmentasi kulit, diabetes melitus, sirosis hati, atau gonadal failure
B. Thalasemia Minor
abnormalitas umum biasanya tanpa gejala, ditandai jelas oleh gambaran darah hipokrom mikrositik (MCV, MCH, MCHC sumanya sangat rendah). Tetapi tanpa anemia atau anemia ringan (Hb 11-15 gr/dl). HbA2 yang meninggi > 3,5 %) memastikan diagnosis. Hasil pemeriksaan besi normal jika 2 penderita dengan trait β thalasemia (carier) kawin, ada 25% kemungkinan thalaasemia mayor diderita anaknya. Diagnosis antenatal dan abortus dapat mencegah ini. 50% keturunan mereka akan menjadi “carrier”.
GAMBARAN HEMATOLOGIC
thalasemia mayor memberi gambaran hematologic sebagai berikut
1. darah tepi terdiri dari :
a) anemia berat, Hb dapat 3-9 gram/ dl sehingga terus menerus memerlukan transfusi darah
b) apusan darah tepi : eritrosit hipokromik mikrositer, dijumpai sel target, normoblas, polikromsia
c) retikulositosis
2. sumsum tukang : hiperplasia eritoit dan cadangan besi meningkat
3. red cell survival memendek
4. tes fragilitas osmotik : eritrosit lebih tahan terhadap larutan salin hipokromik.
5. Elektroforesis hemoglobin terdiri atas
a. hbf meningkat : 10% - 98%
b. Hba bisa ada (pada β+) bisa tidak ada (pada βo)
c. Hba 2 sangat bervariasi bisa rendah bisa normal atau meningkat
6. pemeriksaan khusus : pada analisis “globin chain syntesis” dalam retikulosit akan dijumpai sintesis rantai beta menurun dengan rasio α/β meningkat.
Diagnosis
Diagnosis Umum
Skrining thalasemia yang sekarang mulai marak dengan banyaknya info dan publikasi mengenai penyakit ini dikenal dengan cara elektroforesis (analisis Hb) serta cara lain yang lebih baru yaitu HPLC (High Performance Liquid Chromatography) karena dianggap lebih akurat dengan keunggulan lainnya.
Deteksi dini terhadap penyakit ini sekarang dianggap para ahli sangat penting karena pertambahan jumlah penderita yang cukup pesat tadi, dan hasil penanganannya juga akan lebih baik ketimbang melakukan skrining ketika perjalanan penyakit telah lanjut.
Sasaran pendeteksian adalah anak-anak dengan gejala yang dicurigai, pasangan usia subur serta ibu hamil sebagai syarat pemeriksaan prenatal. Deteksi dapat dilakukan sejak bayi masih di dalam kandungan karena kemungkinan lahirnya penderita dari pasangan pembawa gen sebesar 25 persen tadi.
Kalaupun harus memperhatikan gejalanya terlebih dahulu seperti pucat, gampang lemas dan sebagainya tadi, masih terlalu umum dan dapat terjadi pada banyak penyakit. Begitupun, gejala awal akan dapat terlihat ketika anak berusia 3 hingga 18 bulan.
Sebagian ahli berpendapat, bila tidak ditangani secara serius, anak-anak penderita thalasemia rata-rata hanya dapat bertahan hingga usia 8 tahun saja. Perawatan rutin berupa transfusi rutin terus menerus bisa memperpanjang harapan hidup dengan aktifitas dan kemampuan intelektual sama dengan orang normal, selain perlunya penggunaan obat untuk mengatasi penumpukan zat besi di dalam organ tadi, berupa obat Desferal yang biasa-nya diberikan lewat suntikan di bawah kulit untuk mengikat zat besi dan dikeluarkan melalui urin atau melalui infus.
Diagnosa Yang mungkin Muncul Pada Asuhan Keperawatan Klien Dengan Thalasemia
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen ke sel.
2. Activity Intolerance berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologis.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak adekuat: penurunan Hb, leukopeni atau penurunan granulosit.
6. Kurangnya pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
7. Thalassemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya.
8. Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean corpuscular volume).
Elektroforesa bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk alfa-thalassemia. Karena itu diagnosis biasanya berdasarkan kepada pola herediter dan pemeriksaan hemoglobin khusus.
DIAGNOSIS BANDING
Thalasemia minor :
1. anemia kurang besi
2. anemia karena infeksi menahun
3. anemia pada keracunan timah hitam (Pb)
4. anemia sideroblastik
5. Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan.
Pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta-thalassemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa.
Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah.
Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.
Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.
Oleh karena itu, untuk memastikan seseorang mengalami thalasemia atau tidak, dilakukan dengan pemeriksaan darah. Gejala thalasemia dapat dilihat pada banak usia 3 bulan hingga 18 bulan. Bila tidak dirawat dengan baik, anak-anak penderita thalasemia mayor ini hidup hingga 8 tahun saja. Satu-satunya perawatan degnan tranfusi darah seumur hidup. Jika tidak diberikan tranfusi darah, penderita akan lemas, lalu meninggal
Gejala Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik.
Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada beta-thalassemia mayor, penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/ borok), batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal jantung dan q pembengkakan tungkai bawah.
Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang- tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibanding anak lain yang normal.
Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung. (23)
Gejala Khusus
Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun, yaitu:
1. Lemah
2. Pucat
3. Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
4. Berat badan kurang
5. Tidak dapat hidup tanpa transfusi
Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
1. Gizi buruk
2. Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
3. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
1. Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2. Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi
Mekanisme penurunan penyakit thalassemia :
1. Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassemia trait/ bawaan, maka tidak mungkin me reka menurunkan Thalassemia trait/bawaan atau Thalassemia mayor kepada anak-anak mere-ka. Semua anak mereka akan mempunyai darah normal.
2. Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassemia trait/-bawaan, sedangkan yang lain tidak maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak mereka akan men-derita Thalassemia trait/bawaan, tetapi tidak seseorang diantara anak-anak mereka Thalassemia mayor.
3. Apabila kedua orang tua men-derita Thalassemia trait/ba-waan, maka anak-anak mereka mung-kin akan menderita thalas-semia trait/bawaan atau mungkin juga memiliki darah normal, atau me-reka mungkin menderita Tha-lassemia mayor.
Skema di atas menunjukkan bahwa kemungkinan anak dari pasangan pembawa sifat thalassemia beta adalah 25% normal, 50% pembawa sifat thalassemia beta, dan 25% thalassemia beta mayor (anemia berat).
PENGOBATAN
Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat.
Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.
Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
Selama ini belum ada terapi definitif selain transfusi darah, harapan untuk masa depan adalah terapi genetik yaitu memasukkan kembali gen normal untuk hemoglobin ini. Karena umurnya pendek maka produksi dan yang mati tidak seimbang, akibatnya penderita mengalami kekurang sel darah merah. Untuk mempertahankan kondisi yang normal penderita sangat membutuhkan tambahan darah atau yang disebut tranfusi Dari tranfusi ini timbul pula masalah masalah lain. Misalnya infeksi, keracun an besi (dari hasil sel darah merah yang rusak). Saat ini pengobatan thalasemia mayor di Indonesia masih berupa transfusi darah, biasanya sekali dalam empat minggu. Anak- anak yang menjalani transfusi biasanya tumbuh normal dan hidup bahagia hingga usia dua puluhan tahun.
Namun, untuk hidup lama mereka perlu suntikan desferal hampir setiap hari. Soalnya, transfusi darah membuat zat besi menumpuk di dalam tubuh, dan desferal berfungsi membantu mengeluarkan zat besi dari tubuh melalui air seni. Dengan cara ini penderita thalasemia mayor bisa hidup normal dan sehat, bisa bekerja, menikah, dan mempunyai anak- anak.
Di negara maju, pengobatan terbaru adalah dengan cangkok sumsum tulang. Jaringan sumsum penderita diganti dengan sumsum tulang donor yang cocok-biasanya dari orangtua atau saudara-sehingga mampu memproduksi sendiri sel-sel darah merah yang cukup mengandung hemoglobin. Hanya saja, biayanya memang masih amat mahal.
PENCEGAHAN
Mereka yang tergolong thalasemia trait bisa melakukan berbagai pencegahan agar anak- anaknya tidak menjadi sakit. Salah satunya adalah menikah dengan pasangan yang berdarah normal. Anak-anak yang dilahirkan pasangan ini tidak akan terkena thalasemia mayor, meski dapat terkena thalasemia trait. Pada suami-istri yang tergolong thalasemia trait, untuk mencegah kemungkinan melahirkan anak penderita thalasemia mayor bisa dilakukan dengan perencanaan kelahiran yang teliti. Hal ini bisa dilakukan dengan bantuan dokter serta seorang ahli genetika.
Penatalasanaan
1. Medikamentosa
a) Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
b) Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi.
c) Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
d) Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
2. Splenektomi, dengan indikasi:
limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun
3. Suportif
Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
4. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Tumbuh kembang, kardiologi, Gizi, endokrinologi, radiologi, Gigi
PEMANTAUAN
1. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
2. Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
Konseling Genetik dan Diagnosis Prenatal
Konseling Genetik
Istilah Konseling Genetik (Genetic Counseling) pertama kalidiperkenalkan oleh Dr. Sheldon Redd (1947) dari Dight Institute for Human Genetics, University of Minnesota. Konseling genetik diartikan sebagai “memberi informasi atau pengertian kepada masyarakat tentang masalah genetik yang ada dalam keluarganya”. Penerapan konseling genetik pada masyarakat kita mungkin harus sedikit berbeda dari apa yang direkomendasikan oleh para ahli di luar negeri, karena struktur sosial ekonomi, budaya, dan tingkat pendidikan yang berbeda. Istilah konseling genetik sendiri masih asing dan mungkin masih sukar diterima oleh sebagian masyarakat kita, yang sebagian besar berpendidikan di bawah SMU. Pada prinsipnya sebelum konseling genetik diterapkan, kita harus mempunyai para konselor genetik yang handal. Konselor tidak harus seorang dokter, tetapi bisa seorang perawat, bidan, psikolog, bahkan pekerja sosial (Simons and pardes, 1977). Yang terpenting adalah seorang konselor sudah terlatih dan menguasai segala sesuatu yang berkaitan dengan thalassemia. Seorang konselor juga dituntut untuk dapat bersikap simpatik, tidak terkesan menggurui apalagi mamaksa, agar dapat terjalin suatu komunikasi dan hubungan batin yang baik antara konselor dengan yang dikonseling. Seorang konselor harus dapat menyampaikan informasi sebanyak dan selengkap mungkin sehubungan dengan penyakit thalassemia yang diderita atau yang mungkin ada pada keluarga yang dikonseling (klien).
Informasi itu menyangkut 3 hal pokok, yaitu:
1. Tentang penyakit thalassemia itu sendiri, bagaimana cara penurunannya, dan masalah-masalah yang akan dihadapi oleh seorang penderita thalassemia mayor. Konselor juga terlebih dahulu harus mengumpulkan data medis dari kliennya terutama riwayat keluarga sang klien sebelum memulai konseling, agar informasi yang disampaikan tepat dan bersifat khusus untuk pasangan tersebut.
2. Memberi jalan keluar cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi oleh sang klien dan membiarkan mereka yang membuat keputusan
3. sendiri sehubungan dengan tindakan yang akan dilakukan. Seorang konselor tidak selayaknya memberikan jalan keluar yang kira-kira tidak mungkin terjangkau atau dapat dilakukan orang sang klien.
Membantu mereka agar keputusan yang telah diambil dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Secara umum sasaran konseling genetik adalah pasangan pranikah, terutama yang berasal dari populasi atau etnik yang berpotensial tinggi menderita thalassemia, atau kepada mereka yang mempunyai anggota keluarga yang berpenyakit thalassemia. Kepada pasangan tersebut perlu dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan indeks hematologis (full blood count) terlebih dahulu sebelum menikah untuk memastikan apakah mereka mengemban cacat genetik thalassemia. Apabila hanya salah satu dari mereka yang mengemban (pembawa sifat) thalassemia tidak jadi masalah, tetapi jika keduanya pengemban sifat thalassemia maka perlu diinformasikan bahwa jika mereka tetap memutuskan untuk menikah maka 25% dari keturunannya berpeluang menderita thalassemia mayor. Keputusan tergantung pada pasangan tersebut apakah mereka memutuskan tidak kawin, tetap kawin tanpa mempunyai anak, atau kawin dan ingin mempunyai anak. Konseling genetik secara khusus juga ditujukan untuk pasangan berisiko tinggi, baik yang terjaring pada pemeriksaan premarital maupun pasangan yang telah mempunyai anak thalassemia sebelumnya. Kepada mereka perlu disampaikan bahwa telah ada teknologi yang dapat membantu untuk mengetahui apakah janin yang dikandung menderita thalassemia atau tidak pada awal kehamilan atau yang dikenal dengan diagnosis prenatal. Perlu diinformasikan pula selengkap-lengkapnya tentang prosedur diagnosis tersebut, di mana mereka dapat melakukannya, siapa yang harus dihubungi, tingkat kesalahan diagnosis, biaya serta kemungkinan keguguran akibat proses sampling. Dengan demikian mereka dapat mempertimbangkan benar-benar untung ruginya sebelum mengambil keputusan agar tidak timbul kekecewaan atau penyesalan di kemudian hari (Blumberg et al., 1975). Kesuksesan program konseling genetik sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan sosial budaya pasangan tersebut. Menurut pengalaman pada negara yang berprevalensi tinggi thalassemia, seperti Sisilia, Cyprus, dan Italia, program konseling genetik dan diagnosis prenatal dapat menurunkan insidensi thalassemia sampai 80% dalam 10 tahun terakhir ini (Cao dan Rosatelli, 1988). Kebanyakan dari pasangan berisiko tersebut memutuskan tetap menikah tetapi memutuskan untuk tidak mempunyai anak. Kiranya hal ini agak sukar diterapkan pada masyarakat kita jika sebagian besar masih beranggapan bahwa keberadaan seorang anak merupakan target utama dari sebuah perkawinan. Apabila pandangan seperti itu dapat sedikit dirubah menjadi anak yang sehat merupakan target dari perkawinan’, mungkin konseling genetik akan jauh lebih mudah dilakukan. Karena berbagai alasan, baik menyangkut agama maupun aspek psikologis lainnya yang tidak merestui pengakhiran kehamilan, maka pendampingan perlu melibatkan tokoh-tokoh agama dan para psikolog.Langkah ini perlu dilakukan agar semua tindakan yang diambil dengan hati yang mantap sehingga tidak timbul penyesalan atau rasa bersalah di kemudian hari.
Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal (PND) pada thalassemia pertama kali berhasil dilakukan oleh Nathan and Kan (1974) dengan menggunakan darah fetal (Kan et.al., 1979). Tujuan dari diagnosis prenatal adalah untuk mengetahui sedini mungkin, apakah janin yang dikandung menderita thalassemia mayor. PND terutama ditujukan pada janin pasangan baru yang sama-sama pengemban sifat thalassemia dan janin pasangan yang telah mendapat bayi thalassemia sebelumnya. Pada kasus thalassemia, sekarang PND dapat dilakukan pada usia kehamilan 6-8 minggu dengan menggunakan sampel villi chorialis (Old et.al., Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya 17 1990). Untuk mempercepat proses PND, dapat dimulai dengan pemeriksaan DNA kedua orang tuanya terlebih dahulu. Tindakan ini dapat dilakukan lebih awal bahkan sebelum kehamilan terjadi, pada saat mereka telah memutuskan untuk mempunyai anak. Kemudian setelah usia kehamilan mencapai 6-8 minggu, baru dilakukan pengambilan sampel jaringan villi chorialis janin serta dilakukan pemeriksaan molekular sesuai dengan mutan yang diemban oleh kedua orang tuanya (Old et.al., 1990). Sedikitnya harus ada dua teknik berbeda yang dilakukan pada PND, agar hasil idenfikasi lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. PND juga harus dilakukan secepat mungkin (dalam waktu kurang dari seminggu) agar tidak menjadi beban psikologis kedua orang tua selama menunggu hasil untuk mengambil keputusan. Selain itu usia kehamilan juga masih memungkinkan untuk tindakan terminasi kehamilan kalau memang hal tersebut diperlukan. Biasanya pasangan masih membutuhkan waktu beberapa hari hingga minggu, untuk memutuskan nasib janin mereka jika ternyata sang janin menderita thalassemia, dan selama itu mereka mungkin perlu pendampingan. Beberapa tahun belakangan ini telah dikembangkan teknik inseminasi selektif, pada pasangan berisiko tinggi. Dengan teknik ini maka kemungkinan lahirnya bayi thalassemia dapat diperkecil. Apabila pada kehamilan normal probabilitas terjadinya bayi thalassemia mayor adalah 25%, maka pada inseminasi selektif, jika ada enam embrio yang dibuahi secara in-vitro, dan hanya dua embrio yang diambil secara acak yang ditanamkan ke rahim maka berarti probabilitas terjadinya bayi thalassemia dari pasangan tersebut menjadi 1/3 x 1/4 = 1/12 atau 3 kali lebih rendah dari risiko kehamilan normal. Teknik inseminasi selektif dianggap lebih menyenangkan terutama bagi sebagian pasangan yang karena alasan pribadi atau lainnya keberatan untuk melakukan PND dan terminasi kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
Ganie R.A. (2003). Studi DNA Thalassemia-α0 Southeast Asian Type di Medan. Disertasi Doktor Bidang Ilmu Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Lanni F. (2002). Heterogenitas Molekular Gen Globin-β di Indonesia: Kaitannya dengan Pola Penyebaran Thalassemia-β dan Afinitas Genetik antarpopulasi di Indonesia. Disertasi Doktor Bidang Ilmu Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Wahidiyat I. (1979). Penelitian Thalassemia di Jakarta. Disertasi Doktor Bidang Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.
Ratna Akbari Ganie, Sp.P.K.,Dr. dr. (2005). Thalasemia : Permasalahan dan Penanganannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU. Indonesia
Comments
Post a Comment